Palagan Ambarawa
12-15 Desember 1945
Perjuangan heroik rakyat Indonesia
dalam mempertahankan dan memperjuangkan Kemerdekaannya sungguh tidak bisa
diabaikan begitu saja, mereka bahu membahu dengan segala golongan, mulai dari petani,
pedagang, guru, hingga para pelajar bersama dengan tentara tanpa mengenal rasa
lelah, takut serta kelaparan berjuang menghadapi desingan peluru serta
berondongan persenjataan modern milik para penjajah.
Sungguh perjuangan yang sangat menguras
tenaga dan airmata, mengorbankan segalanya baik nyawa ataupun harta. Beribu
bahkan berjuta nyawa rakyat Indonesia melayang demi kemerdekaan bangsa ini,
mereka rela menyerahkan nyawanya menjadi martir demi anak cucunya nanti.
Seperti yang terjadi di Ambarawa, sebuah daerah yang terletak di sebelah selatan kota Semarang-Jawa Tengah, dimana rakyat beserta tentara Indonesia berjuang mempertahankan daerahnya dari cengkeraman tentara sekutu yang mencoba membebaskan para tahanan tentara Belanda ( NICA ).
Pada tanggal 20 Oktober 1945, tentara
Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Bethell mendarat di Semarang dengan maksud
mengurus tawanan perang dan tentara Jepang yang berada di Jawa Tengah.
Kedatangan sekutu ini diboncengi oleh NICA. Kedatangan Sekutu ini mulanya
disambut baik, bahkan Gubernur Jawa Tegah Mr. Wongsonegoro menyepakati akan
menyediakan bahan makanan dan keperluan lain bagi kelancaran tugas Sekutu,
sedang Sekutu berjanji tidak akan mengganggu kedaulatan Republik Indonesia.
Namun, ketika pasukan Sekutu dan NICA telah
sampai di Ambarawa dan Magelang untuk membebaskan para tawanan tentara Belanda,
justru mempersenjatai mereka sehingga menimbulkan amarah pihak Indonesia.
Insiden bersenjata timbul di kota Magelang, hingga terjadi pertempuran. Di
Magelang, tentara Sekutu bertindak sebagai penguasa yang mencoba melucuti
Tentara Keamanan Rakyat ( TKR ) dan membuat kekacauan. TKR Resimen Magelang
pimpinan M. Sarbini membalas tindakan tersebut dengan mengepung tentara Sekutu
dari segala penjuru. Namun mereka selamat dari kehancuran berkat campur tangan
Presiden Soekarno yang berhasil menenangkan suasana. Kemudian pasukan Sekutu
secara diam-diam meninggalkan Kota Magelang menuju ke benteng Ambarawa. Akibat
peristiwa tersebut, Resimen Kedu Tengah di bawah pimpinan Letnan Kolonel M.
Sarbini segera mengadakan pengejaran terhadap mereka. Gerakan mundur tentara
Sekutu tertahan di Desa Jambu karena dihadang oleh pasukan Angkatan Muda di
bawah pimpinan Oni Sastrodihardjo yang diperkuat oleh pasukan gabungan dari
Ambarawa, Suruh dan Surakarta.
Sekutu kembali dihadang oleh Batalyon I
Suryosumpeno di Ngipik. Pada saat pengunduran, tentara Sekutu mencoba menduduki
dua desa di sekitar Ambarawa. Pasukan Indonesia di bawah pimpinan Letnan
Kolonel Isdiman berusaha membebaskan kedua desa tersebut, Letnan Kolonel
Isdiman gugur. Sejak gugurnya Letkol Isdiman, Komandan Divisi V Banyumas,
Soedirman merasa kehilangan perwira terbaiknya dan ia langsung turun ke
lapangan untuk memimpin pertempuran. Kehadiran Kolonel Sudirman memberikan
nafas baru kepada pasukan-pasukan RI. Koordinasi diadakan diantara
komando-komando sektor dan pengepungan terhadap musuh semakin ketat. Siasat
yang diterapkan adalah serangan pendadakan serentak di semua sektor. Bala
bantuan terus mengalir dari Yogyakarta, Solo, Salatiga, Purwokerto, Magelang,
Semarang, dan lain-lain.
Tanggal 23 Nopember 1945 ketika
matahari mulai terbit, mulailah tembak-menembak dengan pasukan Sekutu yang
bertahan di kompleks gereja dan pekuburan Belanda di Jalan Margo Agung. Pasukan
Indonesia antara lain dari Yon Imam Adrongi, Yon Soeharto dan Yon Sugeng.
Tentara Sekutu mengerahkan tawanan-tawanan Jepang dengan diperkuat tanknya,
menyusup ke kedudukan Indonesia dari arah belakang, karena itu pasukan
Indonesia pindah ke Bedono.
Pada tanggal 11 Desember 1945, Kolonel
Soedirman mengadakan rapat dengan para Komandan Sektor TKR dan Laskar. Pada
tanggal 12 Desember 1945 jam 04.30 pagi, serangan mulai dilancarkan.
Pertempuran berkobar di Ambarawa. Satu setengah jam kemudian, jalan raya
Semarang-Ambarawa dikuasai oleh kesatuan-kesatuan TKR. Pertempuran Ambarawa
berlangsung sengit, Kolonel Soedirman langsung memimpin pasukannya yang
menggunakan taktik gelar supit urang, atau pengepungan rangkap sehingga musuh
benar-benar terkurung. Suplai dan komunikasi dengan pasukan induknya terputus
sama sekali. Setelah bertempur selama 4 hari, pada tanggal 15 Desember 1945
pertempuran berakhir dan Indonesia berhasil merebut Ambarawa dan Sekutu dibuat
mundur ke Semarang.
Kedahsyatan Palagan Ambarawa juga
tercermin dalam laporan pihak Inggris yang menulis: “The battle of Ambarawa had
been a fierce struggle between Indonesian troops and Pemuda and, on the other
hand, Indian soldiers, assisted by a Japanese company….” Yang juga ditambahi
dengan kalimat, “The British had bombed Ungaran intensively to open the road
and strafed Ambarawa from air repeatedly. Air raids too had taken place upon
Solo and Yogya, to destroy the local radio stations, from where the fighting
spirit was sustained…”
Kemenangan pertempuran ini kini diabadikan dengan didirikannya Monumen Palagan Ambarawa dan diperingatinya Hari Jadi TNI Angkatan Darat atau Hari Juang Kartika.
Kemenangan pertempuran ini kini diabadikan dengan didirikannya Monumen Palagan Ambarawa dan diperingatinya Hari Jadi TNI Angkatan Darat atau Hari Juang Kartika.
Dan hingga kini, darah pejuang yang
membasahi bumi Ambarawa adalah bukti dari keteguhan serta pengorbanan untuk
mempertahankan harga diri bangsa yang harus tetap kita pertahankan sampai
kapanpun.
0 komentar:
Posting Komentar